hah. Dari dulu kalo yang namanya tugas dalam bentuk makalah, aku lebih seneng tugas individu daripada kelompok, lebih adil gitu menurutku. Ini aja, masak iya bikin 1 makalah kelompokan 1 kelas yang jumlah siswanya 34 siswa! yang bener aja! ya jelas yang aktif bikin cuma segelintir orang--bahkan ga ada. Kayak tugas ini nih, deadline-nya besok, eh pada belum bagi tugas, endingnya daripada ga ada yang bikin trus bikin gurunya kecewa, yah akhirnya aku mewakili "satu kelas" bikin makalah ini seorang diri. Bukannya ga ikhlas dan ngeluh, cuma cerita aja kok, kalo aku mah dengan senang hati melakukannya :)
okee, ini dia Tugas Mapel Bahasa Indonesia tentang "Seluk-Beluk Drama" yang aku bikin, eh hasil copas juga deng~ hihi. semoga bermanfaat :)
Pengertian Drama
Drama adalah
satu bentuk karya sastra yang memiliki bagian untuk diperankan oleh aktor. Kosakata ini
berasal dari Bahasa Yunani yang berarti "aksi",
"perbuatan". Drama bisa diwujudkan dengan berbagai media: di atas
panggung, film,
dan atau televisi.
Drama juga terkadang dikombinasikan dengan musik dan tarian, sebagaimana
sebuah opera.
Sandiwara adalah sebutan lain dari drama di mana sandi adalah rahasia dan wara
adalah pelajaran. Orang yang memainkan drama disebut aktor atau lakon.
Sejarah Drama
Sebagai istilah,
“drama” dan “teater” dipinjam dari khazanah kebudayaan Barat. Secara lebih
khusus, asal kedua istilah ini adalah dari kebudayaan atau tradisi bersastra di
Yunani. Pada awalnya, di Yunani, “drama” maupun “teater” muncul dari rangkaian
upacara keagamaan, suatu ritual pemujaan terhadap para dewa. Istilah “drama”
yang dikemukakan oleh Drs. Boen S. Oemarjati (1971), pada masa Aeschylus
(525-156 SM) –satu dari tiga penyair tragedi Yunani– sudah menyiratkan makna
‘peristiwa’, ‘karangan’, dan ‘risalah’. Sedangkan istilah “teater” yang berasal
dari “théátron” yang juga merupakan turunan dari kata “theáomai” mengandung
makna ‘dengan takjub melihat atau memandang’. Secara khusus lagi, pada masa
Thucydès (471-395 SM) dan Plato (428-348 SM), “teater” juga dimaksudkan sebagai
‘gedung pertunjukan, panggung’, atau ‘publik auditorium’ pada zaman Herodotus
(490-424 SM), dan ‘karangan tonil’, sebagaimana disebutkan dalam kitab Perjanjian
Lama (Wahyudi, 2006:99).
Ada juga yang menganggap bahwa teater dan drama ,secara substansial, kedua
istilah itu berarti sama (Dahana, 2000: 3). Hal tersebut karena seni drama dan
teater bukanlah jenis sastra yang murni (pure literature). Drama dapat
dikaji dari dua aspek yaitu aspek literer (aspek sastra) dan aspek teateral
(aspek teatrikalnya). Dengan kata lain, seni drama adalah seni kolektif,
kompleks, multikonteks; tetapi ansambel, bulat, dan utuh (Satoto, 1986: 2).
Ciri khas penulisan naskah drama yang membedakannya dengan bentuk penulisan
puisi dan prosa adalah dominasi dialog dan adanya petunjuk pemanggungan. Hal
ini sesuai dengan batasan drama menurut Ibnu Wahyudi bahwa drama adalah sebuah genre
sastra yang penampilan fisiknya memperlihatkan secara verbal adanya dialogue
atau cakapan di antara tokoh-tokoh yang ada. Selain didominasi oleh cakapan
yang langsung itu, lazimnya sebuah karya drama juga memperlihatkan adanya
semacam petunjuk pemanggungan yang akan memberikan gambaran tentang suasana,
lokasi, atau apa yang dilakukan oleh tokoh (Budianta, 2006: 95).
Drama mulai tumbuh sekitar abad ke-19 dan awal abad ke-20, di Hindia
Belanda telah tumbuh seni pertunjukan berbahasa Melayu yang populer terutama di
kota-kota besar yang umumnya dikenal sebagai Komedi Bangsawan atau Komedi
Stambul atau Opera Bangsawan. Asal-usul seni pertunjukan itu tidak begitu
jelas, tetapi menurut suatu pendapat berasal dari Tanah Melayu, dibawa oleh
sutradara keliling yang berdarah Rusia. Teater ini bukan sejenis teater rakyat
yang diciptakan oleh masyarakat untuk keperluan tertentu dan kemudian dianggap
sebagai miliknya. Komedi Bangsawan adalah produk kebudayaan populer yang sejak
pertengahan abad 19 masuk ke Hindia Belanda.
Pertunjukan atau ritual rakyat yang dulu berlangsung di tempat-tempat yang
sangat luas spektrumnya, mulai dari pasar sampai kuil, sebagian berkembang
menjadi berbagai jenis teater yang memerlukan tempat khusus untuk
mementaskannya. Pengaruh drama Barat masuk sejak akhir abad 19, mula-mula dalam
bentuk penulisan naskah yang dipentaskan untuk berbagai kepentingan sosial.
Dalam perkembangan tahap ini, dua jalur perkembangan pun muncul, yang pertama
tiruan belaka dari seni pertunjukan yang dikenal sebagai Komedi Stambul, yang
kedua merupakan usaha beberapa kalangan untuk menyerap pengaruh teater Eropa
yang pada masa itu mengembangkan realisme.
Pada perempat abad 20, Kwee Tek Hoay, mencoba mengembangkan realisme yang
meneladani Ibsen, drama yang mengandalkan naskah. Drama pun mulai berkembang,
yang khas pada perkembangannya di Indonesia adalah bahwa berbagai jenis
kecenderungan masuk bersama-sama. Kwee Tek Hoay dan Wiggers mengembangkan gaya
realis dalam drama, mereka adalah wartawan. Itu mungkin sebabnya, drama-drama
yang mereka tulis mengungkapkan berbagai masalah yang berkaitan dengan
perubahan sosial dengan gaya realis. Sementara itu, intelektual muda pribumi
mengembangkan gaya penulisan romantik untuk menyampaikan idealisme dalam rangka
bangkitnya rasa kebangsaan.
Pergolakan pertama drama Indonesia terjadi pada tahun 1920-an, yang
kemudian disusul dengan kecenderungan yang semakin kuat untuk mengungkapkan
idealisme dengan simbol-simbol. Sepanjang tahun 1930-an, para dramawan pribumi
kita umumnya adalah sastrawan yang tidak begitu akrab dengan seni pertunjukan
sehingga naskah-naskahnya bisa digolongkan ke dalam drama kamar. Perkembangan
itu praktis berubah ke arah lain ketika pada awal tahun 1940. Sensor yang
sangat ketat dari pemerintahan militer Jepang menyebabkan dramawan Indonesia
tidak bisa berbuat lain kecuali mematuhinya dengan menghasilkan sejumlah drama
yang dianggap bisa menyebarluaskan gagasan dari Asia Timur Raya. Karya Umar
Ismail, dramawan utama Indonesia tahun 1940-an, merupakan tonggak penting dalam
perkembangan drama kita. Sesudah proklamasi kemerdekaan, tumbuh euforia
kebebasan yang mendukung tumbuhnya dramawan kita terhadap nasib kaum lemah dan
rakyat kecil.
Kecenderungan yang ada pada awal 1950-an, disebabkan oleh kondisi sosial
yang buruk sebagai akibat revolusi yang mau tidak mau memaksakan perubahan
sosial politik yang mendadak dan mendasar. Pada masa itu, muncul drama-drama yang
ditulis oleh Utuy Tatang Sontani, yang sebagian besar mengungkap kehidupan
rakyat kecil dan segala masalahnya. Di samping itu ia juga memanfaatkan cerita
rakyat sebagai sumber dramanya. Pada awal tahun 1960-an, panggung pertunjukan
dimuati dengan gagasan mengenai modernisasi yang tidak jarang diselewengkan
kekecenderungan politik tertentu. Yang kemudian terjadi pada masa sesudahnya
adalah masuknya pengaruh jenis baru drama Barat yang di negeri asalnya
berkembang sejak tahun1940-an, yakni drama eksistensialis dan absurd. Dalam
perkembangannya, kecenderungan itu dikenal sebagai eksistensialisme suatu
istilah yang bisa saja dipertanyakan karena tidak pernah secara jernih
disampaikan oleh para pendukungnya di Indonesia. Sejak tahun 1960-an, drama
berkembang dengan baik melaui penerjemahan yang menunjukan kualitas dan gaya
yang berbeda-beda.
Dalam perkembangan drama, Rendra boleh dikatakan menjadi tokoh utama yang
menggerakkan arah drama kita lewat sejumlah terjemahan dan pementasannya.
Pementasan Rendra yang menggunakan naskah Samuel Beckett, Menunggu Godot,
mempunyai dampak luar biasa terhadap perkembangan drama Indonesia sejak tahun
1970-an.
Dari pembahasan di atas dapat dilihat bahwa perkembangan drama sangat
dipengaruhi oleh perkembangan politik. Dalam masa akhir abad ke 20, ketika
pemerintahan Soeharto disingkirkan muncul drama-drama sosial dan protes yang
tidak berbeda dalam hal gaya dan tema. Namun, Ratna Sarumpaet berhasil
mengusung tema baru dalam dunia drama Indonesia yaitu mengenai perempuan dan Hak
Asasi Manusia (HAM). Hal ini terlihat dari dua karyanya yaitu Marsinah:
Nyanyian dari Bawah Tanah (1993) dan sebuah monolog yang berjudul Marsinah
Menggugat (1997).
Selain itu, reformasi yang puncaknya adalah peristiwa kerusuhan 13-14 Mei
1998 diangkat oleh Seno Gumira Ajidarma melalui tiga buah naskah drama yaitu Tumirah:
Sang Mucikari (1998), Mengapa Kau Culik Anak Kami (1999), dan Jakarta 2039
(2000). Ia melukiskan kekejaman politik dan diskriminasi terhadap etnis
Tionghoa. Dalam naskah drama Jakarta 2039 merupakan gabungan dari dua
cerpennya yaitu Clara dan Jakarta suatu Ketika.
Demikianlah drama di Indonesia dan tentunya dimanapun selalu erat kaitannya
dengan perubahan sosial, dan drama yang baik serta mampu bertahan lama tentulah
yang berhasil mengangkat inti gejala itu dan kemudian menyampaikannya.
Ciri-Ciri Drama
1. Harus
ada konflik atau plot cerita yang mengandung konflik
2. Harus
ada aksi
3. Harus
dilakonkan
4. Durasi
kurang dari 3 jam
5. Tiada
ulangan dalam satu masa
Unsur-Unsur Drama
Secara
beruntun akan dibicarakan mengenai anatomi sastra drama, plot atau alur cerita,
struktur dramatic Aristoteles, tokoh cerita atau karakter, bahasa, buah pikiran
atau tema, dan dorongan atau motivasi.
1.
Anatomi Sastra Drama
Walaupun
tidak semua, namun kebanyakan naskah-naskah drama dibagi-bagi di dalam babak.
Suatu babak dalam naskah drama adalah bagian dari naskah drama itu yang
merangkum semua peristiwa yang terjadi di satu tempat pada urutan waktu
tertentu.
Suatu babak
biasanya dibagi-bagi lagi dalam adegan-adegan. Suatu adegan ialah bagian dari
babak yang batasnya ditentukan oleh perubahan peristiwa berhubung datangnya
atau perginya seorang atau lebih tokoh cerita ke atas pentas.
Bagian lain
yang sangat penting dan secara lahiriah membedakan sastra drama dari jenis
fiksi lain adalah dialog. Dialog adalah bagian dari naskah drama yang berupa
percakapan antara satu tokoh dengan yang lain. Begitu pentinya kedudukan dialog
di dalam sastra drama, sehingga tanpa kehadirannya, suatu karya sastra tidak
dapat digolongkan ke dalam karya sastra drama.
Umumnya
naskah sastra drama mempunyai bagian lain yang jarang tidak hadir, yaitu
petunjuk pengarang. Petunjuk pengarang adalah bagian dari naskah yang
memberikan penjelasan kepada pembaca atau awak pementasan—misalnya sutradara,
pemeran, dan penata seni—mengenai keadaan, suasana, peristiwa atau perbuatan
dan sifat tokoh cerita.
Bagian naskah lainnya ialah prolog, namun tidak semua naskah memiliki prolog. Prolog adalah bagian naskah yang ditulis pengarang pada bagian awal. Pada dasarnya prolog merupakan pengantar naskah yang dapat berisi satu atau beberapa keterangan atau pendapat pengarang tentang cerita yang akan disajikan.
Bagian naskah lainnya ialah prolog, namun tidak semua naskah memiliki prolog. Prolog adalah bagian naskah yang ditulis pengarang pada bagian awal. Pada dasarnya prolog merupakan pengantar naskah yang dapat berisi satu atau beberapa keterangan atau pendapat pengarang tentang cerita yang akan disajikan.
Disamping
prolog terdapat pula epilog. Epilog biasanya berisi kesimpulan pengarang
mengenai cerita; kadang-kadang kesimpulan itu disertai pula dengan nasihat atau
pesan.
Solilokui
adalah bagian lain dari naskah drama. Solilokui merupakan suatu konvensi, yaitu
suatu hal yang diterima pembaca atau penonton sebagai suatu yang wajar di dalam
kerangka sastra drama.
Aside adalah
bagian naskah drama yang diucapkan oleh salah seorang tokoh cerita dan
ditunjukan langsung kepada penonton dengan pengertian bahwa tokoh lain yang ada
di pentas tidak mendengar.
2.
Plot atau Alur Cerita
Plot atau
alur cerita adalah rangkaian peristiwa yang satu sama lain dihubungkan dengan
hukum sebab-akibat. Seorang dramawan menyusun plot untuk mencapai beberapa
tujuan, yang terpanting diantaranya adalah untuk mengungkapkan buah pikiran.
Selain itu plot juga memiliki fungsi menangkap, membimbing, dan mengarahkan
perhatian pembaca atau penonton. Meskipun pesan yang akan disampaikan dalam
sebuah drama adalah pesan yang berharga, kalau penonton tidak merasa tertarik
kepada karya yang dicipta, maka buah pikiran atau pesan yang ingin disampaikan
tidak akan sampai sasaran. Tugas menarik pembaca atau penonton diemban plot
dengan mempergunakan unsur-unsurnya.
Ketegangan (suspense) adalah unsur plot yang pertama. Plot baik akan menimbulkan ketegangan pada diri pembaca atau penonton melalui kemamuannya untuk menumbuhkan dan memelihara rasa ingin tahu dan kepenasaran penonton dari awal sampai akhir.
Ketegangan (suspense) adalah unsur plot yang pertama. Plot baik akan menimbulkan ketegangan pada diri pembaca atau penonton melalui kemamuannya untuk menumbuhkan dan memelihara rasa ingin tahu dan kepenasaran penonton dari awal sampai akhir.
Unsur kedua
adalah dadakan (surprise). Pengarang yang baik akan menyusun ceritanya
sedemikian rupa hingga dugaan-dugaan pembaca atau penontonnya selalu keliru dan
peristiwa membelok ke arah lain yang tidak disangka-sangka dan bahkan
mengagetkan.
Ironi
dramatik dapat berbentuk pernyataan-pernyataan atau perbuatan-perbuatan tokoh
cerita yang seakan-akan meramalkan apa yang akan terjadi kemudian. Ironi
diciptakan agar tidak mengganggu ketegangan dan hilangnya unsur dadakan.
Sebaliknya, ironi dramatik justru untuk mendukung kedua unsur yang lain. Ironi
dramatik akan menyebabkan pembaca dan penonton lebih penasaran di satu pihak,
di pihak lain akan memperkuat kesan dadakan kalau kemudian terjadi peristiwa
yang ternyata berhubungan erat dengan apa yang terjadi sebelumnya.
3.
Struktur Dramatik Aristoteles
Struktur
dramatik digunakana untuk memelihara kesinambungan hukum sebab akibat dari awal
sampai akhir cerita. Di dalam cerita-cerita konvensional, struktur dramatik
yang dipergunakan adalah struktur dramatik aristoteles. (384-322 SM) dari
karya-karya Sophocles (495-406 SM).
Struktur
adalah suatu kesatuan dari bagian-bagian, yang kalau satu di antara bagiannya
diubah atau dirusak, akan berubah atau rusaklah seluruh struktur itu. adapun
bagian-bagian itu ialah eksposisi, komplikasi, klimaks, resolusi, dan konklusi.
Eksposisi
adalah bagian awal atau pembukaan dari suatu karya sastra drama. Komplikasi
atau penggawatan merupakan lanjutan dari eksposisi dan peningkatan daripadanya.
Di dalam bagian ini, salah seorang tokoh cerita mulai mengambil prakarsa untuk
mencapai tujuan tertentu. Akan tetapi, hasil dari prakarsa itu tidak pasti.
Denga demikian timbullah kegawatan.
Komplikasi
disusl klimaks, bagian selanjutnya dari struktur dramatik aristoteles. Dalam
bagian ini pihak-pihak yang berlawanan atau bertentangan, berhadapan untuk
melakukan perhitungan terakhir yang menentukan. Resolusi menyusul klimaks.
Dalam bagian ini semua masalah yang ditimbulkan oleh prakarsa tokoh.
Bagian
terakhir adalah konklusi. Dalam bagian ini nasib-nasib tokoh cerita sudah pasti
plot dan alur cerita, di samping mengembang faal (fungsi) untuk mengungkapkan
buah pikiran pengarang dan menarik serta memelihara perhatian pembaca atau
penonton, juga mengungkapkan dan mengembangkan watak tokoh-tokoh cerita.
4.
Tokoh Cerita atau Karakter
Cerita yang
disajikan dalam suatu drama umumnya adalah totkoh-tokoh yang berupa manusia,
selain binatang atau makhluk lain. Dengan demikian dapatlah dikatakan bahwa
tokoh cerita adalah orang yang mengambil bagian dan mengalami
peristiwa-peristiwa atau sebagian dari peristiwa-peristiwa yang digambarkan di
daam plot.
Sifat dan
kedudukan tokoh cerita di dalam suatu karya sastra drama beraneka ragam. Ada
yang bersifat penting (major) dan ada pula yang digolongkan dalam golongan
tidak penting (minor). Ada yang berkedudukan sebagai protagonis, yaitu tokoh
yang pertama-tama berprakarsa dan dengan demikian berperan sebagai penggerak
cerita. Protagonis adalah tokoh yang pertama-tama mendapat masalah dan
dihadapkan dengan kesukara-kesukaran. Biasanya kepadanya para pembaca
berempati.
Lawan
protagonis adalah antagonis, yaitu peran sebagai penghalang dan masalah bagi
protagonis. Tokoh lain adalah confidant, yaitu tokoh yang menjadi penengah atau
tokoh kepercayaan dari kedua tokoh protagonis atau antagonis sehingga keduanya
bisa mengungkapkan isi hati di pentas dan oleh karena itu membuka peluang lebih
besar kepada pembaca atau penonton untuk mengenal watak dan niat-niat
tokoh-tokoh dengan lebih baik.
Watak para
tokoh bukan saja merupakan pendorong untuk terjadinya peristiwa, akan tetapi
juga merupakan unsur yang menyebabkan gawatnya masalah-masalah yang timbul
dalam peristiwa-peristiwa tersebut. Tingkah laku dan perkataan tokoh-tokoh
cerita itu niscaya akan membangkitkan perhatian dan membimbing pembaca atau
penonton yang peka untuk memahami, menghayati, dan menyimpulkan buah pikiran
pengarang.
5.
Bahasa
Unsur drama yang sangat penting adalah bahasa. dalam hubungannya dengan plot, bahasa memiliki beberapa peran. Bahasa juga menggerakkan plot dan alur cerita. Bahasa juga menjelaskan latar belakang dan suasana cerita. Melalui bahasa yang diucapkan oleh para tokoh cerita atau petunjuk pengarang, kita mengetahui tentang tempat, waktu atau zaman dan keadaan di mana cerita itu terjadi.
Unsur drama yang sangat penting adalah bahasa. dalam hubungannya dengan plot, bahasa memiliki beberapa peran. Bahasa juga menggerakkan plot dan alur cerita. Bahasa juga menjelaskan latar belakang dan suasana cerita. Melalui bahasa yang diucapkan oleh para tokoh cerita atau petunjuk pengarang, kita mengetahui tentang tempat, waktu atau zaman dan keadaan di mana cerita itu terjadi.
Bahasa juga
berperan menciptakan suasana terpenting dalam cerita. Bahasa pun sangat penting
hubungannya dengan tokoh. Di samping oleh perbuatannya, watak tokoh cerita
dilukiskan melalui apa yang dikatakannya atau apa yang dikatakan oleh tokoh
lain tentang dia sehingga bahasa berperan besar dalam mengungkapkan buah
pikiran pengarang. Kalaupun tokoh-tokoh tidak mengungkapkan buah pikiran
pengarang secara langsung, pembaca atau penonton akan menyimpulkan buah pikiran
itu terutama melalui bahasa di samping perbuatan tokoh-tokoh cerita.
6.
Buah Pikiran atau Tema
Kalau
seorang seniman tergolong pada kelompok masyarakat yang disebut cendekiawan,
hal itu berarti bahwa sebagai anggota masyarakat ia senantiasa peka dan
memperhatikan apa yang terjadi di sekelilingnya. Seorang dramawan atau penulis
naskah drama pertama kali pasti menemukan masalah, artinya ia melihat
kesenjangan antara kenyataan (das Sein) dan harapan (das Sollen).
Unsur buah
pikiran dalam karya sastra drama yang terdiri dari masalah, pendapat, dan pesan
pengarang itu secara langsung dan intuitif disimak oleh pembaca atau penonton
yang baik. Buah pikiran merupakan tujuan akhir yang harus diungkapkan oleh
plot, karakter, maupun bahasa. Oleh karena itu, buah pikiran justru menjadi
pedoman dan pemersatu bagi unsur-unsur drama lainnya.
7.
Dorongan atau Motivasi
Salah satu
unsur yang tidak kalah pentingnya dari unsur-unsur yang lain adalah dorongan
atau motivasi. Motivasi adalah unsur yang menentukan baik terhadap perbuatan
maupun terhadap percakapan (dialog) yang diucapkan oleh tokoh cerita, khususnya
tokoh utama atau protagonis. Jika ingin memahami, menghayati, dan menikmati
karya sastra drama, seyogianya berusaha secepat mungkin untuk menangkap motivasi
utama dalam karya itu.
8.
Hubungan Langkah-langkah Apresiasi dengan
Unsur-unsur Dramatik.
Langkah pertama dalam apresiasi karya drama adalah keterlibatan jiwa, yaitu suatu peristiwa ketika pembaca atau penonton menyimak pikiran dan perasaan pengarang dalam hubungannya dengan suatu masalah yang dihadapi di dalam kehidupannya.
Langkah pertama dalam apresiasi karya drama adalah keterlibatan jiwa, yaitu suatu peristiwa ketika pembaca atau penonton menyimak pikiran dan perasaan pengarang dalam hubungannya dengan suatu masalah yang dihadapi di dalam kehidupannya.
Langkah
kedua dalam apresiasi karya drama adalah kemampuan pembaca atau penonton untuk
melihat hubungan mantik (logis) antara gerak-gerik pikiran, perasaan, dan
khayalnya dengan unsure-unsur drama yang terdapat di dalam karya itu. Dalam
langkah kedua apresiasi initermasuk pula drama sebagai pengungkap buah pikiran
dramawan.
Langkah
ketiga dalam apresiasi karya drama dicapai ketika pembaca atau penonton
memasalahkan dan menemukan atau tidak menemukan hubungan (relevansi) antara
buah pikiran pengarang dengan pengalaman pribadinya dan pengalaman kehidupan
masyarakat secara umum. Dalam tingkat ini, pembaca atau penonton menetapkan
apakah buah pikiran dramawan itu ada manfaatnya, baik bagi dirinya maupun bagi
masyarakat.
Jenis-Jenis
Drama
Drama menurut masanya dapat
dibedakan dalam dua jenis yaitu drama baru dan drama lama.
1.
Drama Baru /
Drama Modern
Drama baru
adalah drama yang memiliki tujuan untuk memberikan pendidikan kepada mesyarakat
yang umumnya bertema kehidupan manusia sehari-hari.
2.
Drama Lama /
Drama Klasik
Drama lama
adalah drama khayalan yang umumnya menceritakan tentang kesaktian, kehidupan
istanan atau kerajaan, kehidupan dewa-dewi, kejadian luar biasa, dan lain
sebagainya.
Macam-Macam Drama Berdasarkan
Isi Kandungan Cerita :
1.
Drama Komedi
Drama komedi
adalah drama yang lucu dan menggelitik penuh keceriaan.
2.
Drama
Tragedi
Drama tragedi
adalah drama yang ceritanya sedih penuh kemalangan.
3.
Drama
Tragedi Komedi
Drama
tragedi-komedi adalah drama yang ada sedih dan ada lucunya.
4.
Opera
Opera adalah
drama yang mengandung musik dan nyanyian.
5.
Lelucon /
Dagelan
Lelucon
adalah drama yang lakonnya selalu bertingkah pola jenaka merangsang gelak tawa
penonton.
6.
Operet /
Operette
Operet adalah
opera yang ceritanya lebih pendek.
7.
Pantomim
Pantomim
adalah drama yang ditampilkan dalam bentuk gerakan tubuh atau bahasa isyarat
tanpa pembicaraan.
8.
Tablau
Tablau adalah
drama yang mirip pantomim yang dibarengi oleh gerak-gerik anggota tubuh dan
mimik wajah pelakunya.
9.
Passie
Passie adalah
drama yang mengandung unsur agama / relijius.
10.
Wayang
Wayang adalah
drama yang pemain dramanya adalah boneka wayang. Dan lain sebagainya.
0 komentar:
Posting Komentar