Jumat, 03 Januari 2014

Cerpen : Seandainya Enam Bulan Lalu

Jadi ceritanya beberapa waktu lalu aku dapet tugas bahasa Indonesia buat bikin cerpen, nah ini dia cerpen buatanku yang masih ala kadarnya. Kali aja temen-temen dapet tugas yang sama, semoga bisa membantu :)



Seandainya Enam Bulan Lalu
Oleh : Ratna Wulandari

“Far, aku sayang banget sama kamu, kamu mau ga jadi pacarku?” ucap Rafa sambil menggenggam jemari Fara.
            “Em, gimana ya, males ah, kamu kan jarang mandi,” jawab Fara diiringi tawanya.
            “Ah kok jawabmu gitu sih Far, ga asyik banget deh,” jawab Rafa cemberut.
            “Lagian kamu ada-ada aja sih, nembak cewek aja pake latihan, kamu kan udah profesional banget kalo masalah kayak gini,” jawab Fara tanpa merasa bersalah.
            “Tapi kali ini beda Far, aku mau nembak cewek yang udah aku idam-idamin beberapa bulan ini.”
            “Yaudahlah santai aja, aku yakin banget pasti diterima.”
            “Oke deh, thanks ya Far, aku cabut dulu,” pamit Rafa sambil mengacak-acak rambut Fara.
            “Iya iya, sana cepetan, jangan lupa beliin bunga mawar di toko depan, biar so sweet!”
            “Siap!”

            Selepas kepergian Rafa air mata Fara jatuh lagi, yah bukan kali pertama Fara menangis karena Rafa. Rafa dan Fara sudah bersahabat sejak mereka berdua diterima di SMA yang sama sekitar dua tahun silam—tepatnya saat Rafa membantu Fara mencari nama “Fara Putri Rahmawati” di daftar nama calon peserta didik yang diterima.
            Sejak saat itu dan sejak mereka menjadi teman sekelas, hampir setiap hari mereka pulang bersama, mengerjakan tugas bersama, dan sesekali jalan bersama. Hal itu membuat teman-teman Rafa dan Fara mengejek mereka sebagai sepasang kekasih, dan nama mereka yang hanya berkebalikan suku kata lebih memperparah hal itu. Akan tetapi, mereka berdua tidak pernah ambil pusing tentang apapun yang teman-teman mereka pikirkan. Memang benar jika ada orang yang berkata bahwa persahabatan antara lelaki dan perempuan tidak akan pernah murni, di dalam persahabatan akan selalu ada cinta yang berbuih di dalamnya, cinta yang lebih dari sekedar sahabat. Sejak Fara menyadari bahwa Rafa memberi perhatian lebih padanya, ejekan teman-temannya tidak lagi bisa Fara anggap sebagai angin lalu, namun logika Fara tetap meyakinkannya bahwa hal itu tidak mungkin terjadi, Rafa tidak mungkin memiliki perasaan lebih padanya.
            Bersekolah di bangku SMA tinggal menghitung hari, tiga tahun berlalu sangat cepat. Fara telah diterima di fakultas impiannya di universitas favoritnya—kedokteran UGM. Sedangkan Rafa akan berkuliah di fakultas hukum di salah satu universitas di Semarang. Seminggu lagi akan diadakan farewell party, Fara memutuskan untuk memperjelas segalanya pada Rafa di acara tersebut. Ia mengambil sebuah kotak bermotif polkadot warna ungu muda dari laci meja belajarnya, melihat isinya sebentar, kemudian menutupnya kembali.
            Setelah acara farewell party, Fara—yang saat itu memakai dress berwarna peach—menemui Rafa—yang berbalut jas hitam—di tempat yang telah mereka sepakati sebelumnya.
            “Lama ya Raf?” tanya Fara pada Rafa yang sudah duduk di kursi taman gedung acara farewell party.
            “Tapi semua itu terbalaskan setelah aku tahu orang yang aku tunggu sangat cantik hari ini,” jawab Rafa dengan sedikit terperangah.
            “Ah apaan sih Raf, sebenernya aku mau ngomong sesuatu sama kamu,” Fara tidak menganggap serius pujian Rafa dan langsung duduk menyebelahinya.
            “Iya ngomong aja, aku dengerin kok,”
            “Kita sama-sama tau kalo hubungan kita ga lebih dari sepasang sahabat, tapi aku ga bisa mengabaikan apa yang kamu katakan setahun yang lalu bahwa kamu menyukaiku dan aku juga memiliki rasa yang sama, bahwa kita sama-sama sepakat untuk tetap bersahabat dan tidak dulu berpacaran karena masa-masa pacaran tidak akan seindah saat kita sedang pdkt dan hanya akan membuat kita cepat bosan dengan hubungan kita lalu putus dan semuanya hancur,” Fara menghela napas dan Rafa tetap memperhatikan dengan seksama takut kalau-kalau ada satu kata Fara yang terlewatkan.
            “Aku memang menyukaimu, aku memang menyayangimu, tapi aku tidak bisa begini terus Raf, aku tidak bisa terus-menerus memainkan hati dan perasaanku dengan terus mempertahankan memupuk rasaku padamu sementara kamu terus memangkas tiap cabang perasaanku yang tumbuh dengan berpacaran dengan cewek lain Raf. Ya, kita memang sepakat bahwa kita tidak terikat oleh apapun dan masing-masing dari kita—atau lebih tepatnya kamu—boleh berpacaran dengan orang lain, tapi ini semua terasa aneh Raf, dan sekarang aku mulai ragu apakah kamu masih ingat dengan apa yang kamu katakan setahun lalu dan apakah perasaan itu masih ada di tempatnya,” Fara menghela napas lagi dan matanya mulai berkaca-kaca.
            “Aku tidak akan memintamu berkata apapun sekarang, minggu depan aku sudah mulai tinggal di Jogja, jadi mungkin kita akan sangat jarang bertemu seperti sekarang. Tiga bulan lagi aku akan pulang, dan kamu bisa memberi keputusan saat itu. Nih buat kamu,” Fara menyodorkan kotak bermotif polkadot warna ungu muda kepada Rafa.
            “Apaan nih? Aku kan ga ulang tahun Far,” jawab Rafa bingung.
            “Aku juga tau kalo ulang tahunmu masih sembilan bulan lagi Raf, yaudah aku balik ke acara dulu yaa, sampai bertemu tiga bulan lagi,” Fara meninggalkan Rafa yang masih mencerna apa yang telah dialaminya.
            Selepas kepergian Fara, Rafa membuka kotak yang ada di pangkuannya yang ternyata berisi buku yang di dalamnya terdapat foto-foto mereka dalam berbagai pose, dari pose yang sengaja mereka ciptakan hingga pose tidak sadar kamera yang diambil teman-teman mereka saat mereka sedang bercanda.
            Tiga bulan berlalu bagai seabad lamanya bagi Rafa, tiga bulan pula Rafa dan Fara tidak saling berkomunikasi, terakhir mereka berkomunikasi adalah saat Fara bercerita tentang hari pertamanya berkuliah. Sekarang Fara baru menyadari bahwa tanpa Fara dunianya terasa aneh, ada bagian penting dalam hidupnya yang hilang, dan sekarang Rafa benar-benar merasa bahwa Fara memang sangat berharga baginya, orang yang selalu punya cara melukis tawa di wajahnya, orang yang selalu ada untuk berbagi apa saja, dan kini Rafa benar-benar merindukannya. Malam nanti Rafa harus bertemu dengan Fara untuk menjelaskan semuanya, tentang rasa rindunya, rasa yang ia kira akan hilang seiring berjalannya waktu, dan semua isi hatinya saat ini.
Tidak biasanya Rafa yang super duper acuh dengan kebersihan dan kerapian kamar kosnya seperti kerasukan hantu cleaning service sehingga mau membenahi kamar kosnya. Saat sedang menata rak bukunya, ia menemukan buku album pemberian Fara. Sebenarnya sejak Fara memberikannya, Rafa belum pernah benar-benar melihat isinya hingga selesai, dan kali ini Rafa akan menyelesaikannya. Foto-foto dalam album itu seperti membentangkan kembali kenangan masa remajanya di SMA—masa remaja bersama Fara tentunya. Gerakan tangannya terhenti pada lembar yang memuat sebuah foto yang melukiskan tawa Rafa dan Fara saat mereka saling mencolekkan krim kue tart di hari ulang tahun Rafa yang ke 17, di bawah foto itu tertulis tulisan tangan Fara “Happy sweet sevententh Rafa! Semoga tahun depan bisa kayak gini lagi yaa :p”. Sekilas berkelebat tentang cuplikan adegan itu, membuat Rafa mengurungkan niatnya untuk bertemu Fara malam ini, ia berniat akan menemui Fara saat ulang tahun Rafa enam bulan lagi, lalu ia mengirim pesan singkat pada Fara.
To : Fara
Sorry Far, malam ini kita batal ketemu, aku banyak tugas kuliah dalam beberapa minggu ke depan, kalo udah ga sibuk aku kabarin lagi.
Fara tampak lemas setelah membaca sms itu, baju terbaik yang telah ia siapkan ia masukkan kembali ke dalam lemari. Sepertinya waktu benar-benar dapat mengubah segalanya tak terkecuali Rafa. Penantian Fara selama tiga bulan—bahkan jauh lebih lama dari itu karena Fara telah menunggu kurang lebih setahun sebelumnya—sepertinya tidak akan berbuah semanis yang ia harapkan, tapi apalagi yang bisa Fara lakukan selain menerima dan melepaskan.
Hari yang ditunggu Rafa akhirnya datang juga, hari ulang tahunnya. Rafa ingin memberikan sebuah kejutan kepada Fara, mengabulkan harapan Fara satu tahun lalu, dan memberikan balasan yang setimpal atas penantian Fara selama ini. Rafa telah membuat janji makan malam dengan Fara di tempat makan yang khusus ia siapkan untuk Fara, tak lupa satu buket bunga mawar kesukaan Fara.
“Hai Raf, sorry ya lama, tadi ada urusan bentar,” sapa Fara yang langsung duduk di kursi di hadapan Rafa.
“Iya gapapa, lama banget kita ga makan bareng kayak gini ya,” jawab Rafa canggung takut kalau-kalau Fara masih marah kepadanya atas pembatalan sepihak pertemuan mereka enam bulan lalu.
“Iyanih, dulu aja hampir tiap malem kayak gini,” jawab Fara dengan senyum mengembang menghapus ketakutan Rafa.
“Oh iya, Happy birthday yaa, aku pernah berharap bisa merayakan ulang tahunmu seperti tahun lalu, sayangnya ga ada kue tart di sini buat nyolekin krim kue ke hidungmu,” ucap Fara lagi.
“Sebenarnya aku mau ngomong sesuatu Far, sesuatu yang seharusnya aku katakan enam bulan lalu, tapi aku emang pengecut sehingga baru berani mengatakannya sekarang. Sebenarnya perasaanku ke kamu masih sama dari dulu sampai sekarang, aku memang bodoh menyakitimu berkali-kali dengan berpacaran dengan wanita lain, aku minta maaf. Setelah berbulan-bulan berpisah denganmu aku baru sadar betapa pentingnya kamu buat aku, betapa sepi hari-hariku tanpamu, dan hidupku tak lagi utuh dan hanyalah abu-abu. Sekarang aku mau kita punya komitmen yang lebih serius, aku mau—“
“Raf, maafkan aku, aku kira semuanya sudah berubah, sekarang aku sudah punya pacar, maafkan aku,” potong Fara.
“Tapi bagaimana bisa? Apa dia lebih baik dari aku?”
“Aku dulu memang menyayangimu Raf, tapi aku tidak bisa terus-terusan bertahan dalam suatu ketidakpastian, aku merasa penantianku cukup lama, dan aku berpikir semuanya memang sia-sia saat tiba-tiba kamu membatalkan pertemuan kita. Dua bulan setelah itu dia datang, dia memang tidak sesempurna kamu, tapi dia selalu memperlakukanku sebagaimana aku merasa dibutuhkan, aku tidak perlu orang yang sempurna Raf, tidak ada orang yang seperti itu, cukup orang yang mengerti, peduli, dan ada saat aku membutuhkannya. Mungkin kamu memang terlalu sempurna untuk aku raih, kamu pantas mendapatkan yang lebih dari aku Raf,” ucap Fara panjang lebar.
“Tapi aku benar-benar menyayangimu Far,”
“Masa depan kita masih panjang Raf, kita ga akan tahu dengan siapa kita berjodoh kelak, tapi aku akan melakukan yang terbaik untuk orang yang selalu ada di sampingku sekarang. Maaf aku harus pergi,” Fara meninggalkan Rafa tanpa menunggu izinnya.
Hati Rafa hancur berkeping-keping dan rata dengan tanah sekarang, yang tersisa hanyalah penyesalan-penyesalan yang hanya bisa ia ratapi. Seandainya ia mengatakan semuanya enam bulan lalu, seandainya ia tidak sepengecut itu, seandainya.. seandainya.. seandainya. Rafa hanya bisa berandai-andai, tapi ia tahu benar ini memang kesalahannya, tidak seharusnya ia membuat Fara menanti selama itu, tidak seharusnya ia memberi ketidakpastian padanya. Tapi bukankah semua memang telah terjadi sebagaimana mestinya?
Tapi ada satu hal yang kutahu, rasanya tidak enak ketika kau menunggu hal yang tidak pasti. Jika seseorang yang kau cintai pergi, apakah kau akan menunggunya? Apakah kau akan tetap menunggunya meskipun ia telah membuatmu terluka?

0 komentar:

Posting Komentar

 

SembilanPuluhSembilanKomaSembilan Copyright © 2012 Design by Ipietoon Blogger Template